Jumat, 14 November 2008

Deruan Suara Rimba

Negeriku adalah sebuah puisi yang gundah,
dikhianati masa lalu dan semua masa depan
Negeriku adalah nyanyian yang gamang

Mencari kata-kata diantara kebisuan kemanusiaan
Namaku Agam namaku Inong
Bagai anjing kami diburu
Karena sejarah yang kehilangan arah
Karena tangan kami lemah

Kami lari ke gunung dimangsa binatang
Kami lari ke kota dimangsa kebinatangan

Aku ingin mengembara di negeri-negeri asing
Mencari nama dan alamat rumah kami yang hilang
Terbakar diantara sejarah yang sungsang

(“Namaku Agam” – Puisi Jhon, putra Acheh asal Gayo)

„Tatapi! Tatapi! Jangan tutup matamu
Jangan pula cucurkan air mata;tatap kenyataan!
Kitapun dewasa jadi manusia utuh perkasa;
benar robék kalbu ketika ibu kita
Perempuan dan gadis-gadis kampung;
Hari ini jadi ikan, jadi daging segar Dilalap harimau lapar bernama perkosaan
Apalagi di medan perang tak bisa kita bilang!” (Kasidah Mawar, 30)

Minyak dan gas Acheh
tambah ganja
Campur baur di sini dengan mesiu
Merebutnya perang menyala
Penduduk jadi arang

(Kasidah Mawar, 74 J. Kusni, Putra Kalimantan)

”merah langit dibakar fajar
riuh Acheh hingga ke bandar
anak kita abang berhenti belajar
sekolah-sekolah hangus dibakar
ganja dan peluru berbalut madu
Acheh penuh serdadu
penduduk jadi mata dadu
Riuh hutan bukan riuh angin, abang
Sungai dibelah kapal perang
Sampai ke tangga ajal datang
Di kampung tersimpan rahasia perang

Hidup masih tiram di laut
berdua dahulu kita pungut
Acheh ditikam terus berlanjut
Indonesia kita ditombak maut

(J. Kusni, Putra Kalimantan

Tidak ada komentar: